JAKARTA, RUBRIKBANTEN — Himpunan Mahasiswa Teknik Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO) dengan tegas mengecam rencana pembangunan “Pulau Kucing” yang digagas Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Pramono Anung. Proyek yang akan ditempatkan di Pulau Tidung Kecil ini dinilai berpotensi merusak ekosistem pesisir dan laut, serta melanggar berbagai regulasi perlindungan lingkungan hidup.
Sekretaris Jenderal HIMITEKINDO, Mahendra Poetra, menegaskan bahwa gagasan tersebut bukan hanya tidak solutif, tetapi juga mengorbankan kelestarian alam.
“Apapun dalihnya, mengintroduksikan satwa invasif kepada ekosistem pesisir dan laut yang seharusnya dijaga dan dikembangkan merupakan kejahatan ekologis,” ujarnya.
Menurut Mahendra, kucing termasuk satwa invasif yang telah terbukti menjadi penyebab utama kepunahan lokal lebih dari 60 spesies burung di kawasan tropis. Kehadiran mereka di Pulau Tidung Kecil berpotensi menghancurkan keseimbangan alam yang telah terbangun.
HIMITEKINDO menilai, rencana tersebut telah melanggar Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah 2030 yang melarang introduksi spesies invasif, serta Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa pulau-pulau kecil (luas <2.000 ha) adalah wilayah strategis yang pemanfaatannya harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan keberlanjutan.
Lebih jauh, HIMITEKINDO mengkritik keras absennya transparansi dan partisipasi publik dalam perencanaan proyek ini. Tidak ada dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang dipublikasikan, tidak ada kajian ekologis kredibel, dan tidak ada pelibatan masyarakat lokal maupun lembaga ilmiah.
“Kami tidak anti pariwisata. Tapi kami menolak pariwisata eksploitatif yang mengutamakan keuntungan elitis daripada keberlanjutan ekosistem. Pesisir dan laut adalah rumah masyarakat yang harus dijaga, bukan halaman belakang elite untuk dieksploitasi,” tegas Mahendra.
Dengan sikap tegas ini, HIMITEKINDO menyerukan penghentian total rencana “Pulau Kucing” dan mendorong pemerintah agar mengutamakan pembangunan yang berlandaskan prinsip keberlanjutan serta melibatkan seluruh pihak terkait.















