CILEGON, RUBRIKBANTEN – Di bawah terik mentari yang menyengat, semangat para seniman muda dari Kota Cilegon justru berkobar. Mereka adalah para siswa pegiat teater yang hari itu resmi dilepas menuju ajang Sasaka Cibanten, membawa misi suci: mempersembahkan Teater Ngederes Cibanten karya yang menafsirkan kembali jati diri dan kearifan lokal masyarakat Banten.
Mewakili Ketua Umum Dewan Kebudayaan Kota Cilegon, Rizal Arif Baihaqi, selaku Ketua Bidang Publikasi dan Promosi, memberikan sambutan penuh makna. Ia menyebut para aktor muda itu bukan sekadar pemain teater, tetapi “duta kebudayaan” yang memanggul tanggung jawab besar untuk menjaga warisan leluhur dan menyuarakan jiwa tanah kelahiran mereka.
“Mereka bukan hanya aktor, tapi pewaris nilai. Di atas panggung nanti, ada sejarah, ada pesan, dan ada jiwa Banten yang mereka bawa,” tegas Rizal, Sabtu (4/10/2025).
Menurut Rizal, Teater Ngederes Cibanten bukan sekadar pertunjukan, tetapi “bahasa jiwa yang paling jujur” jendela yang menyingkap peradaban dan menggugah kesadaran akan akar budaya yang mulai pudar di tengah arus modernisasi.
“Pertunjukan ini adalah ajakan untuk merawat kearifan lokal, menyatukan emosi kolektif, serta menghidupkan kembali kesadaran ekologis dan spiritual masyarakat Banten,” ungkapnya.
Rizal juga memberikan pesan membakar semangat kepada para aktor muda itu.
“Jangan pernah merasa kecil! Jangan pernah gentar! Di punggung kalian berdiri tegak Kota Cilegon, berdiri Banten, berdiri sejarah panjang yang membanggakan! Biarkan pertunjukan ini menjadi cahaya pemandu dan pengingat bahwa bangsa ini besar karena budayanya dan keberanian senimannya!”
Ia menutup sambutannya dengan doa penuh keyakinan:
“Dengan Bismillahirrahmanirrahim, berangkatlah dengan semangat membara, pulanglah dengan kepala tegak penuh rasa bangga!”
Sementara itu, Ahdi Zukhruf Amri, sutradara sekaligus penulis naskah Ngederes Cibanten, menjelaskan bahwa pertunjukan ini adalah refleksi mendalam hubungan manusia dengan alam, terutama dengan Sungai Cibanten yang menjadi simbol peradaban sekaligus saksi perubahan zaman.
“Pertunjukan ini mengisahkan Sungai Cibanten sebagai nadi kehidupan dari hulu yang sarat mitos hingga hilir yang terancam pencemaran. Melalui puisi, musik, gerak, dan simbol tradisi, kami mencoba menampilkan kisah manusia dan alam dalam harmoni,” tutur Ahdi.
Makna “Ngederes”, lanjutnya, bukan sekadar belajar, melainkan merapal doa dan membaca alam upaya untuk menenun kembali hubungan spiritual masyarakat Banten dengan lingkungannya.
“Dalam naskah ini saya merangkum keresahan, harapan, dan keteguhan manusia Banten dalam menghadapi perubahan zaman,” ujarnya penuh haru.
Para pemeran Ngederes Cibanten terdiri dari para pelajar lintas jenjang, mulai dari SD hingga SMA/MA, di antaranya Ghathfan Putra Pradipta (SMPN 2 Cilegon), Beby Kirana Nurfazriana (SDN Cibeber 3), Cikal Galang Nusa (SMP Mutiara Bunda Cilegon), Fauzeni Oktarina Yusri (SMPN 3 Cilegon), Aina Dea Azahra, Kayla Alifiya Nurra, Tabina Rezki Adrien, Anggun Yunita, dan Sharinah Ilona Arasuli dari MAN 1 dan SMPN 2 Cilegon.
Turut hadir pula para orang tua, serta Ihwan Hadi Susanto, pendiri Teater Wonk Kite Cilegon, yang turut menjadi asisten sutradara dalam produksi ini.
Doa bersama menutup acara pelepasan dengan suasana haru. Pelukan dan ucapan semangat mengiringi langkah rombongan. Dari Cilegon, mereka melangkah membawa suara rakyat, kisah tanah, dan denyut budaya menuju panggung Sasaka Cibanten—dengan keyakinan bahwa dari teater sederhana inilah, Banten kembali bicara lewat bahasa budaya dan nurani.















