SERANG, RUBRIKBANTEN – Front Mahasiswa untuk Lingkungan dan Agraria (FMLA) Provinsi Banten mengecam keras maraknya aktivitas tambang ilegal yang terus berlangsung tanpa hambatan hukum di wilayah mereka. Parahnya, aktivitas ini diduga kuat dilindungi oleh oknum aparat penegak hukum (APH), sehingga tidak tersentuh oleh penindakan.
Tambang ilegal, termasuk stockpile batubara tanpa izin di Kampung Batu Karut, Desa Penyaungan, Kecamatan Cihara, telah melanggar berbagai aturan hukum yang berlaku. Beberapa di antaranya adalah:
- UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mewajibkan adanya Izin Usaha Pertambangan (IUP).
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mewajibkan dokumen AMDAL bagi kegiatan berdampak besar.
- Pasal 406 KUHP, terkait perusakan lingkungan dan kerugian publik.
Jagad Khatulistiwa, Ketua FMLA Banten, menyebutkan bahwa kegiatan tambang ilegal ini bukan hanya melanggar hukum, namun juga merusak lingkungan dan membahayakan keselamatan warga. Ia menyoroti dugaan kuat keterlibatan aparat yang justru menjadi “pelindung” bagi operasi tambang liar ini.
“Aparat seharusnya melindungi rakyat dan lingkungan, bukan menjadi bagian dari kejahatan ekologis,” tegas Jagad.
Salah satu lokasi tambang ilegal yang disebut FMLA dikelola oleh individu berinisial D.B, yang bertanggung jawab atas aktivitas di kawasan hutan lindung tersebut. Warga juga menyebut beberapa nama lain, seperti Bos K.O, H.D, dan P.U, yang sering terlihat melakukan koordinasi dengan oknum tertentu untuk menjaga kelangsungan operasi tambang ilegal itu.
Atas kondisi ini, FMLA Banten menyampaikan empat tuntutan utama:
- Penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap pelaku dan pendukung tambang ilegal.
- Investigasi mendalam atas dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum.
- Penutupan seluruh stockpile batubara ilegal yang tidak memiliki izin.
- Pemulihan lingkungan di wilayah yang telah dirusak. (Anang/RB)















