SERANG, RUBRIKBANTEN – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten menggelar pertemuan penting yang mempertemukan pengurus AKSES SMA, FK2SMKS, dan MKKS SKh se-Banten di Kantor Dindikbud di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Serang. Acara ini menjadi momen krusial untuk membahas langkah awal implementasi program pendidikan gratis yang dijanjikan Gubernur Banten terpilih, Andra Soni, bersama Wakil Gubernur Dimyati Natakusumah.
Dalam pertemuan yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, hadir pula jajaran pimpinan dinas, termasuk Sekretaris Dinas, Kepala Bidang SMK, dan Plh. Kepala Bidang SMA. Para undangan, yang terdiri dari pengurus pendidikan swasta tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, menyimak penjelasan terperinci tentang program ambisius ini.
Kepala Dinas menjelaskan bahwa program pendidikan gratis akan diberlakukan secara bertahap, dimulai pada Juli 2025 untuk siswa kelas X SMA/SMK. Program ini akan mencakup sekolah negeri dan swasta dengan syarat memiliki izin operasional (IZOP) dan akreditasi. “Sekolah swasta diberi kebebasan menerima atau menolak program ini. Namun, bagi yang setuju, SPP tidak boleh lagi dibebankan kepada siswa,” tegasnya.
Untuk sekolah swasta, program ini berpotensi mengubah pola pembiayaan yang selama ini bergantung pada masyarakat. Pemerintah sedang merancang skema subsidi SPP berdasarkan data rerata besaran iuran yang diterapkan oleh masing-masing sekolah. Sayangnya, program ini akan menggantikan BOSDA (Bantuan Operasional Sekolah Daerah), yang sebelumnya menjadi sumber pendanaan penting.
AKSES (Asosiasi Kepala Sekolah Swasta) menyambut baik rencana ini, tetapi menyampaikan sejumlah masukan penting. Sekretaris AKSES Provinsi Banten, Ocit Abdurrosyid Siddiq, menyoroti perlunya program ini tidak menghapus program BOSDA, yang selama ini menjadi salah satu pilar pembiayaan sekolah swasta. “Kami berharap Sekolah Gratis tidak menjadi alasan penghapusan BOSDA, sehingga keduanya dapat berjalan beriringan,” ungkapnya.
Beragam usulan juga disampaikan, termasuk penyesuaian besaran bantuan dengan kebutuhan spesifik sekolah tanpa asrama dan berasrama. AKSES mengusulkan bantuan minimal setara dengan SPP yang selama ini diterapkan oleh masing-masing sekolah, sementara pembiayaan living cost di sekolah berasrama tetap menjadi tanggung jawab wali murid.
Meski banyak harapan, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Salah satunya adalah besaran dana bantuan yang akan diberikan per siswa. Jika dana subsidi per siswa hanya Rp200.000 per bulan, angka ini diprediksi belum mencukupi bagi sekolah-sekolah besar dengan kebutuhan pembiayaan yang tinggi.
“Kami berharap pemerintah dapat memberikan kejelasan lebih lanjut terkait skema pendanaan agar program ini benar-benar berdampak positif, tanpa merugikan sekolah swasta,” tambah Ocit.
Program Sekolah Gratis yang dijanjikan Gubernur Terpilih Andra Soni menjadi angin segar bagi masyarakat Banten. Namun, bagi para pengelola sekolah swasta, program ini menuntut persiapan matang dan kejelasan regulasi agar tidak menjadi beban baru. Pemerintah berkomitmen membentuk tim kecil untuk menghitung kebutuhan biaya dan merumuskan skema terbaik.















