SERANG, RUBRIKBANTEN – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Serang resmi mempublikasikan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2024 di Aula Tb. Suwandi pada Kamis, 13 Februari 2025. Peta ini menjadi acuan penting dalam menentukan wilayah yang rentan terhadap krisis pangan serta langkah strategis yang harus diambil oleh berbagai instansi terkait.
Kepala DKPP Kabupaten Serang, Suhardjo, menegaskan bahwa isu kerentanan pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab DKPP, tetapi juga melibatkan banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya, seperti DPUPR, Dinkes, Dindikbud, Diskoumperindag, dan DPRKP.
“Misalnya, DPUPR berperan dalam infrastruktur dan sarana air bersih, Dinkes bertanggung jawab terhadap layanan kesehatan, dan Diskoumperindag memastikan ketersediaan warung serta bahan pangan. Semua ini saling berkaitan dalam menentukan tingkat kerawanan pangan suatu daerah,” jelas Suhardjo.
Berdasarkan pemetaan DKPP, dua kecamatan di Kabupaten Serang masuk dalam kategori prioritas 2 dan 3, yaitu Ciomas dan Mancak. Meski tidak masuk kategori darurat, kedua daerah ini tetap membutuhkan perhatian khusus agar tidak semakin rentan terhadap krisis pangan.
Menurut Suhardjo, kerawanan pangan tidak hanya ditentukan oleh luas lahan pertanian, tetapi juga oleh akses terhadap air bersih, infrastruktur jalan, tenaga kesehatan, hingga jumlah warung yang menyediakan bahan pokok.
“Kalau semua fasilitas dasar tersedia dengan baik, maka daerah itu bisa dikatakan tidak rawan. Namun, jika ada kekurangan, misalnya akses jalan buruk atau sulit mendapatkan air bersih, maka daerah tersebut masuk kategori rentan,” tambahnya.
Kabid Ketahanan Pangan DKPP Kabupaten Serang, Mumun Munawaroh, mengungkapkan adanya perbedaan data antara Kabupaten Serang dan Pemerintah Provinsi Banten. Data dari Pemprov Banten menyebutkan ada tiga kecamatan rentan pangan, yakni Ciomas, Mancak, dan Gunungsari. Namun, data DKPP Kabupaten Serang tidak memasukkan Gunungsari dalam daftar prioritas.
“Kami akan melakukan sinkronisasi data, karena di Kabupaten indikatornya ada 6, sedangkan di provinsi atau pusat ada 9. Bisa jadi ada indikator yang menyebabkan perbedaan tersebut,” jelas Mumun.
Lebih lanjut, Suhardjo menegaskan bahwa permasalahan ketahanan pangan tidak hanya soal ketersediaan makanan, tetapi juga distribusi dan pemanfaatannya.
“Di Ciomas dan Mancak, mungkin ketersediaan pangan cukup, tetapi aksesnya belum maksimal. Misalnya, jalan desa yang masih kurang baik membuat distribusi pangan terhambat. Ini yang harus kita benahi bersama,” tegasnya.
Acara publikasi ini juga dihadiri oleh Direktur Pengendalian Kerawanan Pangan pada Badan Ketahanan Pangan, Sri Nuryanti, serta Kabid Kerawanan Pangan dan Gizi pada Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten, Wiwi Yulyani Saptawianti.
Dengan adanya pemetaan ini, diharapkan langkah-langkah strategis dapat segera dilakukan untuk memastikan seluruh wilayah di Kabupaten Serang memiliki ketahanan pangan yang kuat dan berkelanjutan. (AZH/RB)















