PANDEGLANG, RUBRIKBANTEN – Di tengah gegap gempita pembangunan di Provinsi Banten, nama Pandeglang seolah tenggelam. Kabupaten yang terletak di ujung barat Pulau Jawa ini masih dihantui oleh potret ketimpangan: jalan-jalan berlubang, fasilitas pendidikan dan kesehatan terbatas, serta minimnya lapangan kerja.
Kondisi tersebut bukan sekadar angka statistik, melainkan kenyataan pahit yang dirasakan langsung oleh masyarakat Pandeglang. Mereka hidup dalam bayang-bayang pembangunan yang tak kunjung menyentuh wilayah mereka.
Minimnya alokasi anggaran, kurangnya infrastruktur, serta sepinya investasi swasta menjadi hambatan utama. Pandeglang seolah dilupakan, tak tersentuh oleh geliat pembangunan yang gencar di wilayah lain. Maka, muncul pertanyaan besar: ke mana arah pembangunan Indonesia jika masih ada daerah yang tertinggal sejauh ini?
Tak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah pun perlu berkaca. Apakah strategi pembangunan selama ini benar-benar menyasar kebutuhan rakyat? Sudahkah ada keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan? Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran juga wajib diperkuat.
Mencari keadilan untuk Pandeglang membutuhkan langkah konkret:
- Peningkatan anggaran untuk infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan irigasi.
- Pemerataan akses pendidikan dan layanan kesehatan yang layak.
- Pemberdayaan ekonomi rakyat, termasuk pelatihan vokasi dan penguatan UMKM.
- Transparansi penggunaan anggaran agar manfaat pembangunan benar-benar dirasakan rakyat.
Pandeglang bukan sekadar titik di peta. Ia adalah rumah bagi jutaan warga yang menanti haknya untuk hidup sejahtera. Membangun Pandeglang berarti membangun keadilan untuk seluruh negeri. (Mimah Rohimah Mahasiswa Universitas Pamulang)















