Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Banner Atas Rubrik Banten
BeritaDaerahHukum dan KriminalKementerianKesehatanKota CilegonNasionalOrganisasiPemerintahPendidikanSosial

Miris! Kasus Kekerasan Seksual Anak di Cilegon Meledak, Didominasi Persetubuhan dan Sodomi, Polisi Ungkap Pemicu dari Media Sosial

308
×

Miris! Kasus Kekerasan Seksual Anak di Cilegon Meledak, Didominasi Persetubuhan dan Sodomi, Polisi Ungkap Pemicu dari Media Sosial

Sebarkan artikel ini

CILEGON, RUBRIKBANTEN – Angka kasus kekerasan seksual terhadap anak di wilayah hukum Polres Cilegon kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Cilegon, sepanjang tahun 2024 tercatat 32 kasus, yang didominasi oleh kasus persetubuhan terhadap anak dengan total 20 kasus.

Sementara itu, hingga periode Januari hingga September 2025, sudah tercatat 31 kasus serupa dengan 36 pelaku yang berhasil diamankan.

“Korban rata-rata anak di bawah umur, berkisar usia 14 hingga 17 tahun. Untuk usia 14–15 tahun, kebanyakan merupakan korban sodomi,” ungkap Kanit PPA Polres Cilegon, IPDA Yuly Meliana, saat ditemui, Senin (13/10/2025).

IPDA Yuly menjelaskan, pelaku kasus tersebut berasal dari berbagai latar belakang, baik dewasa maupun anak-anak, namun mayoritas berusia dewasa.

Lebih miris lagi, dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa faktor utama pemicu perilaku menyimpang ini adalah pengaruh media sosial dan konten pornografi.

“Berdasarkan keterangan pelaku, banyak yang mengaku terpengaruh karena menonton video di handphone, baik di platform TikTok maupun media lain. Ada juga yang meniru perilaku menyimpang dari konten homo yang mereka lihat. Saat ini, kelainan seksual seperti ini memang sedang meningkat,” ujarnya.

Baca juga:  Cabuli 4 Anak, Polisi Kejar Pelaku Guru Mengaji di Tangerang

Yuly menilai, perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan pengawasan orang tua menjadi celah besar bagi anak-anak untuk mengakses konten berbahaya.

“Di luar negeri mungkin perilaku seperti itu dianggap biasa, tapi di sini jelas merupakan kelainan seksual yang berbahaya. Anak-anak ini belum memahami dampaknya. Mereka tidak menyadari bahwa itu salah,” tegasnya.

Untuk menangani dampak psikologis korban, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak untuk memberikan pendampingan dan konseling.

“Psikolog dari UPTD ikut terlibat agar anak-anak korban ini bisa pulih secara mental dan tidak trauma berkepanjangan,” tambahnya.

IPDA Yuly pun mengimbau seluruh masyarakat, terutama orang tua, agar lebih ketat mengawasi penggunaan ponsel anak-anak, serta aktif memberikan edukasi tentang bahaya kekerasan dan penyimpangan seksual sejak dini.

Example 120x600
Untitled-1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *