SERANG, RUBRIKBANTEN – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Provinsi Banten menyatakan keprihatinan mendalam dan sikap tegas terhadap mencuatnya kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum guru yang disebut telah berlangsung bertahun-tahun tanpa penanganan serius dari pihak sekolah.
Ketua Komnas Anak Banten, Hendry Gunawan, menegaskan bahwa tidak ada ruang mediasi ataupun penyelesaian damai di luar jalur hukum untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pernyataan ini merujuk langsung pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menyatakan bahwa tindak pidana kekerasan seksual harus diselesaikan melalui proses peradilan.
“Sikap sekolah yang menyarankan korban untuk memaafkan dan tidak melapor kepada orang tua merupakan bentuk pembiaran dan pengabaian perlindungan terhadap korban. Itu pelanggaran hukum, bukan solusi,” tegas Hendry.
Komnas Anak juga menyoroti peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) di sekolah sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023, yang seharusnya melindungi korban, bukan justru menutupi kasus.
Komnas Anak menegaskan bahwa jika terbukti ada unsur pembiaran atau penghalangan proses hukum, maka pihak sekolah dapat dijerat sanksi pidana sesuai Pasal 19 UU TPKS, dengan ancaman penjara hingga 5 tahun bagi siapa pun yang menghalangi penyidikan atau persidangan.
Lebih lanjut, Hendry menyebut bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang merupakan tenaga pendidik dapat dijerat hukuman maksimal 15 tahun penjara sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bahkan bisa diperberat sepertiga karena adanya relasi kuasa.
Tak hanya itu, jika terbukti bahwa aksi bejat dilakukan berulang kali terhadap lebih dari satu anak, pelaku bisa dikenai hukuman tambahan seperti kebiri kimia, pemasangan alat deteksi elektronik, dan pengumuman identitas ke publik, sebagaimana diatur dalam PP No. 70 Tahun 2020.
Komnas Anak Banten menegaskan komitmennya untuk:
- Mengawal proses hukum secara transparan dan akuntabel
- Memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada korban
- Mendesak Polisi, Dinas Pendidikan, dan instansi terkait untuk bertindak cepat dan tidak mentolerir kekerasan di lingkungan sekolah“Setiap anak berhak hidup aman, bebas dari kekerasan dan pelecehan. Kekerasan seksual adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan sekadar pelanggaran etika. Sudah saatnya kita hentikan budaya diam dan tutup mata!” seru Hendry.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat dan alumni sekolah untuk tidak takut melapor. Menurutnya, pelaporan adalah bentuk keberanian, bukan pengkhianatan.















