CILEGON, RUBRIKBANTEN – Di tengah dinamika politik Kota Baja, satu nama mencuat dengan keberanian yang tak biasa, Haji Rahmatullah. Sosok ini bukan hanya sekadar penghuni kursi dewan, melainkan “singa parlemen” yang suaranya kerap menggelegar membela rakyat kecil.
Bagi publik, Rahmatullah identik dengan kritik tajam dan sikap teguh memperjuangkan yang terpinggirkan dari nasib guru ngaji, tenaga honorer, hingga kaum buruh. Setiap kali ia bicara, ruang sidang seolah bergetar, membuat eksekutif tak jarang tersudut oleh argumennya.
“Kalau bicara rakyat, Haji Rahmat selalu di depan. Dia bukan sekadar hadir, tapi menyuarakan,” ungkap Mulyadi Sanusi alias Cak Moel, tokoh pegiat perubahan nasional, Rabu (1/10/2025).
Sebagai bentuk penghormatan, Cak Moel menyerahkan Golok Buyut Ciluit sebuah pusaka sarat makna bagi masyarakat Banten. Golok ini bukan hanya benda, melainkan simbol marwah, keberanian, dan pengingat agar pemimpin tak pernah gentar menegakkan keadilan.
“Golok ini pengingat, supaya dia tidak berhenti menjadi suara rakyat,” tegas Cak Moel.
Tak heran jika masyarakat menjulukinya dengan tagline khas: “APBD untuk Rakyat.” Julukan itu lahir dari sikapnya yang selalu menyerap aspirasi warga, lalu lantang memperjuangkannya dalam kebijakan anggaran maupun isu-isu publik lainnya.
Di tengah stagnasi politik lokal yang kerap membuat rakyat apatis, Rahmatullah hadir sebagai penyeimbang. Ia menolak diam, memilih bicara, meski harus berhadapan dengan risiko kontroversi.
Bagi sebagian warga, keberanian itu menjadi bukti bahwa politik sejati masih ada, dan Rahmatullah adalah salah satu yang menegakkannya bukan untuk kekuasaan, melainkan untuk rakyat.















