RUBRIKBANTEN – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Banten menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) RI pada Senin (10/03/2025). Aksi tersebut merupakan respons tegas atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Serang.
MK sebelumnya mengabulkan gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Serang dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Serang untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS). Putusan itu diambil setelah MK menemukan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang melibatkan pejabat tinggi negara.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa membawa spanduk dan poster bertuliskan “Demokrasi Kabupaten Serang Dikebiri” dan “Copot Mendes PDT”. Mereka mengecam keras dugaan keterlibatan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, yang disebut-sebut mendukung pasangan calon nomor urut dua, Ratu Rachmatuzakiyah-Muhammad Najib Hamas, di mana Ratu Rachmatuzakiyah adalah istrinya sendiri.
“Fakta ini menunjukkan adanya pengaruh politik langsung dari seorang pejabat negara yang mencederai proses demokrasi dan prinsip keadilan dalam pemilihan kepala daerah,” tegas Bagas Yulianto, Koordinator BEM Banten Bersatu, dalam orasinya.
Bagas menyoroti kehadiran Yandri dan istrinya dalam Rapat Kerja Cabang (Rakercab) APDESI Kabupaten Serang di Hotel Marbella Anyer pada 3 Oktober 2024, yang disinyalir menjadi ajang mobilisasi dukungan kepala desa untuk memenangkan pasangan nomor urut dua.
Dalam sidang putusan MK Nomor 27/PHP.BUP-XIX/2025, Ketua MK Suhartoyo menilai tindakan Yandri Susanto sebagai pelanggaran terhadap prinsip netralitas pejabat negara. Ia menyebut peran aktif Yandri dalam pemenangan istrinya telah mencederai asas demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam Pilkada.
“Kami menuntut Yandri Susanto untuk segera mundur dari jabatannya. Jika pejabat negara bisa bebas menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi dan keluarga, maka demokrasi di Banten akan runtuh,” seru Bagas.
Selain mendesak mundurnya Yandri, mahasiswa juga meminta Bawaslu RI mengevaluasi total kinerja Bawaslu Kabupaten Serang, yang dianggap gagal mencegah praktik politik praktis oleh aparatur negara.
“Bawaslu RI harus turun tangan. Ini bentuk kelalaian serius yang bisa merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi,” tambah Bagas.
Di akhir aksi, massa membakar ban bekas sebagai simbol kekecewaan atas maraknya politik dinasti dan oligarki di Banten. Meski aksi berlangsung panas, situasi tetap terkendali dengan pengamanan ketat dari aparat kepolisian.
BEM Banten Bersatu menegaskan aksi ini bukanlah akhir perjuangan mereka. Mereka berkomitmen terus mengawal proses PSU agar berlangsung jujur, adil, dan tanpa campur tangan kekuasaan politik.
“Demokrasi Banten jangan dikebiri hanya karena ambisi kekuasaan satu keluarga,” pungkas Bagas. (*)















