SERANG, RUBRIKBANTEN — Pengadaan motorized screen untuk meja rapat DPRD Banten tahun anggaran 2024 senilai fantastis Rp18,5 miliar menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Publik mempertanyakan logika di balik angka jumbo tersebut, yang dinilai tidak masuk akal dan diduga sarat dengan praktik mark-up brutal bahkan modus bancakan anggaran.
Ketua Umum DPP Gerakan Kesejahteraan Relawan Nusantara (Gerakan KAWAN), Kamaludin, bersama DPP Paseba Tangerang Utara telah resmi melaporkan dugaan penyimpangan proyek ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan disertai dengan sejumlah dokumen sebagai barang bukti.
“Dengan nominal sebesar itu, masyarakat berhak bertanya: Uang rakyat ini sebenarnya dipakai untuk apa? Jika harga pasar motorized screen berkisar Rp12 juta hingga Rp15 juta per unit, bahkan yang premium hanya Rp100 jutaan, bagaimana bisa DPRD Banten menganggarkan hingga Rp18,5 miliar? Apakah mereka membeli layar berlapis emas?” sindir Kamaludin, Senin (26/5/2025).
Pengadaan ini terbagi ke dalam dua paket:
- Pengadaan motorized screen meja rapat sisi/pinggir: Rp9.292.500.000
- Pengadaan motorized screen meja rapat bagian tengah: Rp9.233.500.000
Keduanya dibiayai melalui APBD 2024 di bawah tanggung jawab Sekretaris DPRD Banten, dengan lokasi proyek di kantor DPRD Banten, Jl. Syeh Nawawi Al-Bantani, KP3B. Realisasi proyek tercatat pada 23 Februari 2024 dengan nilai kontrak Rp9.117.270.000 dan Rp9.060.453.000.
Kamaludin menuding proyek ini tidak transparan. Tidak ada spesifikasi teknis, jumlah unit, maupun rincian dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP). “Jika semua ini dilakukan secara terang-benderang, mengapa begitu sulit mendapatkan informasi detailnya?” tegasnya.
Ia juga menyoroti peran Sekretaris DPRD Banten, Deden Apriandhi Hartawan, S, STP, M.Si, yang juga menjabat sebagai Plh. Sekda Banten dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas proyek ini.
“Ini bukan uang pribadi, ini uang rakyat! Kalau memang pengadaan ini benar-benar diperlukan, buktikan. Tunjukkan jumlah unit, spesifikasi, dan alasan kenapa harga bisa jauh dari harga pasar,” tukas Kamaludin.
Kamaludin menyebut, berdasarkan asumsi maksimal harga tertinggi Rp100.880.000 per unit dan kebutuhan 100 unit, total anggaran seharusnya hanya sekitar Rp10 miliar. Artinya, masih ada selisih lebih dari Rp8 miliar dari yang dianggarkan.
Sebagai bentuk keseriusan, Kamaludin bersama Imam Fachrudin (Ketum DPP Paseba Tangerang Utara) telah membawa semua bukti dan analisis ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta.
“Kami sudah kumpulkan semua data dan analisis harga. Kami desak KPK mengusut tuntas dan periksa siapa saja yang terlibat. Kalau ini bancakan, maka ini adalah perampokan uang rakyat secara terang-terangan,” tegas Kamaludin.
Ia menambahkan, masyarakat menunggu sikap terbuka dari DPRD Banten. Apakah mereka akan membuktikan proyek ini bersih atau memilih bungkam dan membiarkan isu ini menggantung.
“Satu hal yang pasti, mata publik sedang mengawasi! Era main proyek seenaknya sudah berakhir!” pungkasnya.















