SERANG, RUBRIKBANTEN – Program Sekolah Gratis yang dijanjikan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten terpilih, Andra Soni dan Dimyati Natakusumah, mulai dieksekusi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten. Namun, di tengah euforia kebijakan ini, muncul pertanyaan besar: apakah skema ini benar-benar memberikan solusi atau justru menimbulkan persoalan baru bagi sekolah swasta?
Sekretaris Umum Asosiasi Kepala SMA Swasta (AKSeS) Provinsi Banten sekaligus Sekretaris II MKKS SMA Kabupaten Tangerang menyoroti ketidakjelasan mekanisme program ini, terutama bagi sekolah swasta. Jika sekolah negeri memang sejak lama gratis karena didanai penuh oleh pemerintah, maka sekolah swasta masih bergantung pada kombinasi dana BOS, BOSDA, dan kontribusi orang tua siswa.
Pemerintah Provinsi Banten telah mengeluarkan draft Surat Pernyataan Kesediaan atau Ketidaksediaan Melaksanakan Program Sekolah Gratis, yang harus ditandatangani sekolah swasta. Dari lima poin yang tercantum dalam surat tersebut, poin kelima menjadi perdebatan. Pasalnya, aturan ini melarang sekolah swasta menarik biaya pendidikan dari wali siswa, dengan ancaman sanksi administrasi.
BOSDA Dihapus? Sekolah Swasta Bisa Kelimpungan
Jika program Sekolah Gratis ini menggantikan BOSDA, seperti yang pernah terjadi dalam skema bantuan insentif guru swasta, maka program ini bukan kebijakan baru, melainkan hanya pergeseran nomenklatur anggaran. Sekolah swasta yang sebelumnya bisa mendapatkan BOSDA dan tetap menarik iuran dari orang tua untuk menutupi kebutuhan operasional, kini dihadapkan pada ketidakpastian.
Belum ada kepastian mengenai besaran dana Sekolah Gratis, apakah akan lebih besar, sama, atau lebih kecil dari BOSDA dan BOS yang selama ini diterima. Jika jumlahnya lebih kecil atau hanya mencakup siswa kelas X, sementara sekolah tidak boleh menarik iuran dari siswa kelas XI dan XII, maka sekolah swasta bisa mengalami kesulitan finansial.
Audiensi dengan Kepala Dindikbud Banten mengindikasikan bahwa di tahun anggaran 2025, Sekolah Gratis hanya mencakup siswa kelas X. Artinya, siswa kelas XI dan XII masih harus membayar iuran. Namun, jika sekolah tetap menarik biaya dari mereka, bisa dianggap melanggar kebijakan Sekolah Gratis dan terancam sanksi administrasi.
Ketidakjelasan ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Publik bisa dengan mudah berasumsi bahwa semua tingkat pendidikan SMA sudah gratis, padahal dalam praktiknya, sekolah swasta masih harus mencari cara untuk menutup biaya operasional bagi siswa kelas XI dan XII yang belum tercover program ini.
Dalam kondisi ini, AKSeS dan MKKS SMA Kabupaten Tangerang meminta Pemprov Banten untuk segera memberikan kejelasan terkait skema pendanaan, besaran nominal bantuan, serta tahapan implementasi Sekolah Gratis. Tanpa kejelasan, program ini bisa menjadi bumerang bagi dunia pendidikan di Banten.
Janji politik memang harus ditepati, tetapi jangan sampai sekolah swasta yang menjadi korban dari kebijakan yang masih abu-abu. Pemerintah harus segera membuka ruang dialog dengan para stakeholder pendidikan agar implementasi program ini benar-benar berpihak kepada dunia pendidikan, bukan sekadar alat pencitraan semata. (Har/RB)















