CILEGON, RUBRIKBANTEN — Di tengah hiruk-pikuk mesin pabrik dan geliat industri baja, Kota Cilegon menyuguhkan oase kebudayaan yang menyentuh hati: Pameran Museum Mini persembahan Dewan Kebudayaan Kota Cilegon.
Dengan menggusung semangat “Sebuah kota tanpa museum adalah kota tanpa adab,” pameran ini menjadi pengingat kuat bahwa kemajuan industri mesti berjalan seiring dengan perawatan memori kolektif dan nilai-nilai budaya.
“Museum bukan sekadar tempat menyimpan barang kuno. Ia adalah cermin masa lalu dan kompas moral untuk masa depan,” ujar Syaiful Iskandar, Ketua Bidang Warisan Benda Dewan Kebudayaan Kota Cilegon.
Lebih dari Sekadar Pajangan: Ini Ruang yang Bernapas
Pameran Museum Mini tak hanya menampilkan koleksi benda bersejarah, tetapi juga menghadirkan pengalaman naratif yang hidup. Dari foto-foto langka, dokumen otentik, alat musik tradisional, hingga kisah perjuangan dan harapan warga Cilegon semuanya dirangkai untuk menyentuh hati.
“Kami ingin masyarakat menyadari bahwa Cilegon bukan hanya kota industri, tapi juga tanah penuh cerita. Tanpa narasi, kota ini akan kehilangan jiwanya,” tambah Syaiful.
Ajakan Menemukan Diri Lewat Sejarah
Ketua Umum Dewan Kebudayaan Kota Cilegon, Ayatullah Khumaeni, menegaskan bahwa pameran ini terbuka bagi semua kalangan, dari pelajar hingga orang tua. Dikemas secara tematik, pengunjung akan diajak menjelajahi lintasan sejarah Cilegon, dari era pramodern hingga era industri modern.
“Mari, jangan biarkan kisah-kisah ini hilang begitu saja. Temukan kembali identitas kota kita. Karena setiap warga adalah penjaga narasi besar Cilegon,” serunya.
Menuju Museum Permanen: Jangan Biarkan Cilegon Kehilangan Arah
Pameran ini menjadi bagian dari kemeriahan Budaye Cilegon Fest & International Folk Arts (BC-FIFA) 2025, dan diharapkan menjadi tonggak berdirinya museum permanen di Kota Cilegon. Sebab, kota yang kehilangan ingatan adalah kota yang kehilangan arah.















