CILEGON, RUBRIKBANTEN – Sorotan tajam kembali mengarah ke tubuh PT Krakatau Steel (KRAS) usai pengamat dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), Hadi Sutjipto, mengungkap analisa kritis terkait kerugian besar yang ditanggung oleh BUMN baja tersebut. Tak hanya berhenti di situ, akademisi Universitas Al-Khairiyah (UNIVAL), Juju Adhiwikarta, turut angkat bicara dan mempertegas bahwa persoalan di KRAS jauh lebih kompleks dari sekadar kesalahan tata kelola.
Menurut Juju, akar dari kerugian kronis KRAS adalah “budaya korupsi” yang telah mengakar dan menjadi penyakit lama yang belum terselesaikan. Ia mengingatkan bahwa skandal-skandal besar yang pernah mengguncang KRAS tidak boleh dilupakan begitu saja.
“Catatan kelam seperti mega skandal korupsi proyek Pabrik Blast Furnace Complex (BFC) senilai Rp6,5 triliun, kegagalan proyek revitalisasi HSM dan SSP, hingga proyek-proyek mandek seperti PT Meratus Jaya Iron & Steel dan pabrik besi spons hanyalah sebagian kecil dari rekam jejak gelap KRAS,” ujar Juju, Selasa (30/7/2025).
Tak hanya itu, Juju juga menyoroti praktik-praktik mencurigakan terkait penjualan anak perusahaan yang disebut-sebut sengaja “di-downgrade” menjadi cucu perusahaan sebelum dilepas ke pihak swasta. “Kasus penjualan KTI dan KDL patut dicurigai, karena prosesnya sangat misterius dan bisa menjadi bom waktu persoalan hukum di masa depan,” ungkapnya.
Juju pun memberikan peringatan keras kepada publik agar waspada terhadap pergerakan saham KRAS di pasar modal, serta mengingatkan pemerintah dan BPI Danantara agar tak gegabah menyalurkan dana segar tanpa pengawasan ketat.
“Jangan sampai seperti menyiram garam ke samudera. Percuma jika tak ada perubahan fundamental,” tegasnya.
Lebih lanjut, Juju memberikan tiga rekomendasi strategis untuk menyelamatkan KRAS:
- Segera konsolidasi dan kembangkan bisnis anak perusahaan, jangan hanya bergantung pada induk KRAS.
- Evaluasi kembali Joint Venture Entity (JVE) seperti kerja sama dengan PT Krakatau Posco yang dinilai berpotensi merugikan.
- Revolusi gaya manajemen dari yang feodal menjadi lebih progresif dan oportunis, dengan menangkap peluang bisnis, bukan hanya menunggu.
“Pemerintah harus memberikan perlakuan khusus, treatment yang out of the box kepada manajemen KRAS. Jangan biarkan mereka hanya bekerja asal-asalan, sekadar gugur kewajiban, atau lebih buruk lagi, menipu publik dengan narasi semu,” tutupnya tegas.















