SERANG, RUBRIKBANTEN – Keputusan Pengadilan Negeri Serang yang membebaskan terdakwa MS (46), pelaku kekerasan seksual terhadap anak kandungnya, menuai kritik keras dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Provinsi Banten. Ketua Komnas Anak Banten, Hendry Gunawan, menyebut putusan ini mencederai rasa keadilan dan dapat menjadi preseden buruk dalam upaya perlindungan anak di Indonesia.
Putusan bebas yang dikeluarkan pada 16 Januari 2025 ini dianggap mengabaikan fakta-fakta penting dalam kasus tersebut. Menurut Hendry, langkah ini dapat memberi sinyal bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak dapat lolos dari jerat hukum dengan memanfaatkan celah-celah hukum, seperti pencabutan laporan atau perdamaian yang dipaksakan.
“Kami menilai keputusan ini sebagai ancaman serius bagi upaya perlindungan anak. Putusan bebas terhadap MS dapat membuka peluang bagi para predator anak untuk menggunakan celah hukum yang sama, sehingga membahayakan anak-anak di masa depan,” tegas Hendry dalam keterangannya.
Hendry mengungkapkan beberapa poin yang menjadi sorotan dalam kasus ini, antara lain alasan hakim yang mempertimbangkan perdamaian antara pelaku dan korban. Padahal, sesuai Pasal 23 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kasus kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan di luar pengadilan. Ia juga menyoroti adanya dugaan tekanan terhadap korban, termasuk pencabutan laporan, yang semestinya tidak memengaruhi kelanjutan proses hukum.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa. Seharusnya, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku mencerminkan dampak berat dari kejahatan ini, apalagi jika dilakukan oleh ayah kandung. Namun, dengan putusan bebas ini, usaha penegak hukum menjadi sia-sia,” tambahnya.
Komnas Anak Banten mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengajukan kasasi atas putusan ini. Langkah tersebut dianggap penting untuk memastikan keadilan bagi korban dan mencegah dampak buruk yang lebih luas. Selain itu, masyarakat diimbau untuk terus mendukung perjuangan korban kekerasan seksual dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya melindungi anak-anak dari kekerasan.
Kasus ini diharapkan menjadi pengingat bagi seluruh pihak bahwa perlindungan anak bukan sekadar tanggung jawab hukum, tetapi juga tanggung jawab moral masyarakat untuk menjaga masa depan generasi muda.















