SERANG, RUBRIKBANTEN – Kordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran (PIS) Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Banten, Dr. Efi Afifi, M.Pd, menegaskan pentingnya mahasiswa menjadi agen perubahan yang cerdas dan berintegritas di era digital. Hal itu disampaikan dalam kegiatan Diklatpim yang diselenggarakan oleh UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, Rabu (15/10/2025).
Diklat tersebut diikuti oleh para aktivis dan pimpinan organisasi mahasiswa (Ormawa) di lingkungan kampus UIN SMH Banten. Dalam paparannya, Efi menyoroti betapa besar pengaruh media sosial terhadap perilaku dan cara berpikir generasi muda saat ini. Karena itu, katanya, mahasiswa perlu memahami Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) agar mampu berperan aktif dalam mengawasi isi media.
“Mahasiswa harus jadi agen perubahan yang mampu mengawal ruang publik, termasuk media, agar tetap menyehatkan dan membangun karakter bangsa,” tegas Efi.
Efi juga menyoroti maraknya tayangan televisi yang dinilai tidak sesuai dengan etika jurnalistik, salah satunya program “Expose Uncensored” Trans 7, yang menggambarkan hubungan santri dan kiai di pesantren sebagai bentuk feodalisme ala penjajahan Belanda. Menurutnya, tayangan tersebut telah menimbulkan kegaduhan karena bersifat subjektif dan tidak berimbang.
“Televisi adalah ruang publik. Apa yang ditayangkan harus sehat, mendidik, dan membangun moral bangsa,” ujarnya.
Ia kemudian mengutip Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) dan (2) dalam Standar Program Siaran (SPS), yang melarang program televisi merugikan norma kesopanan, serta melarang pelecehan terhadap lembaga pendidikan dan pendidik.
Lebih lanjut, Efi menekankan bahwa KPI dan KPID memiliki tanggung jawab besar memastikan tayangan televisi sesuai dengan nilai-nilai hak asasi manusia dan moralitas publik, sementara mahasiswa diharapkan turut berperan menjaga moral bangsa melalui literasi media yang cerdas.
Dalam sesi reflektifnya, Efi yang juga alumni IAIN (kini UIN SMH Banten) menceritakan pengalamannya sebagai aktivis kampus yang kemudian mengantarkannya pada posisi strategis di lembaga publik.
“Jika kita serius membangun jiwa kepemimpinan di organisasi intra maupun ekstra kampus, maka kita akan tampil di ruang-ruang strategis yang dibutuhkan umat dan bangsa. Syaratnya: karakter kuat, integritas tinggi, dan akhlak mulia,” ungkapnya.
Efi menegaskan bahwa kepemimpinan sejati di era digital bukan sekadar soal kemampuan intelektual, melainkan juga soal moral, akhlak, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan zaman.
“Mahasiswa harus adaptif, inovatif, dan kreatif dalam memanfaatkan ruang digital untuk kemaslahatan umat,” pungkasnya.















