CILEGON, RUBRIKBANTEN — Sejumlah warga Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, memadati lokasi galian C yang tengah melakukan pengerukan bukit, Rabu (10/12/2025). Mereka menuntut aktivitas tambang itu segera dihentikan, karena dinilai merusak lingkungan, merugikan pemilik lahan, hingga mengancam keselamatan warga sekitar.
Warga menilai kegiatan galian yang diduga ilegal tersebut telah membuat lahan mereka rusak parah. Alih-alih diratakan sesuai janji, tanah justru menyisakan kontur acak-acakan, lubang di mana-mana, dan potensi longsor.
Sholeha, pemilik lahan sekitar 5.000 meter persegi, menjadi salah satu korban. Ia menegaskan bahwa pihak pengusaha awalnya berjanji meratakan lahannya.
“Dijanjikan mau diratakan, tapi kenyataannya tanah saya acak-acakan, berlubang, tidak rata. Baru separuh dikeruk, sudah pindah ke tanah lain,” keluhnya.
Ia juga mengaku resah karena aktivitas galian menimbulkan kebisingan dan memperbesar risiko banjir.
“Kalau hujan, tanah merah dan kerikil turun ke rumah warga. Banyak yang ngeluh,” ujarnya.
Warga lainnya, Taufik, pemilik lahan sekitar 500 meter persegi, juga merasa ditipu karena lahannya tak kunjung diratakan sesuai kesepakatan awal.
Menanggapi tudingan warga, Ayatullah, perwakilan pengelola PT Tirta Baju Berkah, membantah keras adanya pelanggaran. Ia mengklaim pihaknya memiliki izin dan telah memenuhi perjanjian dengan warga.
“Narasumber bilang tidak ada kompensasi, itu sudah terbantahkan. Izin sudah ditempel di kantor. Silakan dicek,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa izin yang dimiliki adalah izin pertambangan, bukan izin perataan lahan, sehingga proses pengerjaan mengikuti kaidah pertambangan.
“Perjanjian dengan warga ada tanda tangan dan materai. Masa saya ratakan tanah yang tidak bisa dijual? Tidak masuk akal,” ujarnya.
Terkait keluhan soal banjir dan tanah merah yang terbawa hujan, Ayatullah menyebut hal itu hanyalah sudut pandang warga yang tidak memahami teknis tambang.
“Dalam pertambangan sudah ada kajian. Insya Allah tidak menimbulkan dampak besar. Kami tetap bertanggung jawab,” tandasnya.
Ketegangan antara warga dan pengelola tambang kini semakin memanas. Warga meminta pemerintah segera turun tangan untuk memeriksa legalitas izin, dampak lingkungan, dan kerugian masyarakat. Sementara pengelola tambang tetap bersikeras bahwa operasional mereka tidak melanggar aturan.
Situasi di lapangan menunjukkan bahwa konflik ini belum menemukan titik temu, dan ancaman krisis lingkungan terus membayangi warga Gerem.















