SERANG, RUBRIKBANTEN – Dengan dalih menawarkan jalan keluar dari lilitan utang, seorang dukun berinisial OW (31), warga Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang, tega mencabuli DS (25), pasiennya sendiri. Ironisnya, aksi bejat itu telah berlangsung sejak pertengahan tahun lalu hingga akhirnya OW diringkus Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Serang pada Selasa (11/3/2025).
Kapolres Serang, AKBP Condro Sasongko, membenarkan penangkapan pelaku yang dilakukan di kediamannya. “Tersangka OW kami tangkap di rumah pada Selasa siang,” ujar Condro, didampingi Kasatreskrim AKP Andi Kurniady ES, dalam konferensi pers, Jumat (14/3/2025).
Menurut Condro, terbongkarnya praktik cabul OW bermula dari laporan korban DS yang masuk ke Mapolres Serang pada 6 Januari 2025 lalu. “Kasus ini berawal dari korban yang tengah dilanda masalah pribadi, terutama terkait utang-piutang. Dalam keadaan tertekan, korban mencoba mencari solusi instan lewat praktik perdukunan tersangka OW,” jelasnya.
Pada pertemuan pertama yang terjadi sekitar bulan Juni 2024, korban menceritakan semua masalahnya kepada OW. Alih-alih memberikan bantuan spiritual, dukun cabul itu malah memperdaya korban dengan dalih adanya ritual khusus. “Tersangka meyakinkan korban bahwa untuk menghilangkan sial dan melunasi utang, korban harus melakukan ritual bersetubuh,” terang Condro.
Diduga dalam kondisi tidak sadar, seperti dihipnotis, korban akhirnya menuruti perintah OW. Setelah menyadari dirinya telah ditipu dan dilecehkan, korban memberanikan diri melapor ke polisi.
Menyusul laporan tersebut, Unit PPA Polres Serang bergerak cepat mengamankan OW beserta sejumlah barang bukti praktik perdukunannya. “Barang bukti yang kami amankan di antaranya dua buah jelangkung—satu terbuat dari batok kelapa putih, satu lagi dari serabut kelapa—dua bilah keris, dan sebuah benda yang disebut ‘si raja asem’,” tambah Kapolres.
Saat ini, OW tengah menjalani pemeriksaan intensif dan dijerat dengan pasal terkait tindak pidana pencabulan. Polisi juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap praktik perdukunan yang merugikan. (*)















