Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Banner Atas Rubrik Banten
BantenDaerahKementerianKota SerangNasionalOpiniOrganisasiPemerintahPendidikanPolitikSosial

Banten 25 Tahun: Antara Galau Identitas dan Peluang Emas

254
×

Banten 25 Tahun: Antara Galau Identitas dan Peluang Emas

Sebarkan artikel ini

Oleh: Bella Rusmiyanti (Pegiat PATTIRO Banten)

Kalau Banten itu manusia, mungkin sekarang dia sedang duduk di pinggir jalan, menatap langit sore sambil overthinking:
“Gue siapa sih? Mau ke mana? Mau jadi apa? Apa yang sebenarnya gue cari?”

Begitulah kira-kira potret Banten hari ini—provinsi yang baru saja berusia 25 tahun. Sama seperti anak muda yang baru lulus kuliah, Banten sedang mengalami fase paling rumit dalam hidupnya: quarter life crisis.

Di usia ini, seharusnya sudah tahu jati diri dan arah masa depan. Tapi kenyataannya? Banten masih galau berat.

Dari luar, Banten tampak keren: punya kawasan industri baja di Cilegon, punya Tangerang yang modern dan penuh startup. Namun di balik itu, angka pengangguran terbuka masih 6,68% (2024) — salah satu yang tertinggi di Pulau Jawa.
Rata-rata lama sekolah hanya 9,23 tahun, alias baru setara lulus SMP. Ironisnya, 1 dari 6 siswa bahkan tak punya akses toilet di sekolah.

Tapi anehnya, tunjangan pejabat justru lebih tinggi dibanding provinsi tetangga. Saat rakyat masih berjuang soal pendidikan dan sanitasi, elitnya sibuk menata paket remunerasi.
Banten seperti anak muda yang sibuk tanpa arah: kerja keras, tapi tak berbuah hasil.

Baca juga:  PT SGPJB PLTU Jawa 7 dan PT Wilmar Serang Prioritaskan Tenaga Kerja Lokal

Galau Identitas

Banten juga sedang kebingungan soal jati diri.

Apakah provinsi industri, pariwisata, atau budaya? Punya Baduy yang eksotis, pantai Anyer yang memesona, Benteng Speelwijk yang bersejarah, hingga kuliner khas seperti sate bandeng. Tapi semua itu masih underrated.

Turis lebih memilih Bali atau Jogja. Investor lebih melirik Jawa Barat atau Jawa Timur.
Banten seperti anak muda berbakat tapi tak tahu cara mem-branding dirinya.

Trauma Masa Lalu, Tantangan Masa Depan

Pemekaran dari Jawa Barat pada tahun 2000 menyisakan jejak politik dan warisan tata kelola yang belum rapi. Korupsi dan ketimpangan pembangunan jadi “trauma masa lalu” yang belum tuntas.

Namun di balik itu, Banten punya potensi luar biasa: Lebih dari 12 juta penduduk, mayoritas usia produktif. Banyak UMKM digerakkan oleh perempuan sebuah “girl power” yang jarang disorot. Ekonomi digital mulai tumbuh di Tangerang dan Serang.

Sayangnya, semangat itu sering kehabisan napas. Mau digitalisasi, tapi infrastrukturnya belum merata. Mau pariwisata, tapi promosi setengah hati. Mau industri hijau, tapi masih bergantung pada pabrik konvensional yang mencemari udara.

Baca juga:  Patra Anyer Guyur Bantuan Pengolahan Magot, Pemkab Serang Siapkan Revolusi Baru Atasi Sampah Organik

Ironisnya, saat bicara “ekonomi hijau”, produksi pertanian justru anjlok 47,63%.
Ini seperti anak muda yang ingin healing, tapi tak sempat istirahat karena harus terus hustle.

Saatnya Menentukan Jalan

Quarter life crisis bukan tanda kegagalan — justru momentum untuk menentukan arah.
Banten berhak bingung, berhak mencoba, berhak salah. Tapi juga harus mulai menetapkan pilihan: Apakah mau jadi provinsi industri hijau?
Provinsi pariwisata budaya?
Atau pusat inovasi digital?

Apapun pilihannya, yang penting konsisten dan berani.

Banten tidak harus langsung jadi provinsi paling maju besok. Tapi di usia 25 tahun ini, Banten harus mulai commit ke satu arah.
Belajar dari masa lalu, menata diri, dan melangkah ke depan dengan keyakinan baru.

Karena, seperti kata anak muda zaman sekarang:

“It’s okay to be confused. It’s okay to feel stuck. Yang penting jangan diem di tempat.”

Banten punya potensi luar biasa, punya generasi muda yang siap berjuang, dan punya waktu untuk berubah.
Quarter life crisis bukan akhir perjalanan
ini adalah awal dari kedewasaan.

Example 120x600
Untitled-1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan Rubrik Banten