SERANG, RUBRIKBANTEN – Sebuah lagu sindiran yang menyoroti dugaan monopoli proyek website desa di Kabupaten Serang mendadak viral di media sosial. Lirik lagu tersebut mengkritik bisnis terselubung di balik proyek digitalisasi desa yang diduga sarat dengan praktik korupsi dan ketidaktransparanan.
Lagu ini menggambarkan bagaimana proyek yang seharusnya meningkatkan keterbukaan informasi justru menjadi ajang transaksi bisnis yang hanya menguntungkan pihak tertentu. Salah satu bait lirik berbunyi:
“Di ruang rapat mereka bicara, soal kemajuan desa dan masa depan kita… Tapi kata ada rencana, bisnis terselubung yang kena… Tanda tangan dipaksa di atas meja, bilangnya katanya demi desa… Tapi ada yang beda, tiga puluh juta sudah terbang, tapi login pun masih hilang…”
Ratusan Juta Melayang, Rakyat Meradang
Lagu sindiran ini juga menyinggung dugaan pungutan besar yang harus dibayar oleh desa untuk mendapatkan akses ke website mereka. Beberapa liriknya berbunyi:
“Lima puluh lima juta harus dibayar, kalau tidak aksesnya dikunci rapat… Ini proyek atau jerat? Janji digital tapi penuh sekat…”
Selain itu, sebuah lagu lain yang juga beredar luas menyoroti peran inspektorat dalam kasus ini dan mempertanyakan transparansi harga proyek:
“Dibilang murah tapi kok mahal? Makin dipaksa makin tak halal… Pihak ketiga ikut tertawa, siapa untung coba tebak saja…”
Surat DPMD & Dugaan Kongkalikong
Kasus ini mencuat setelah beredarnya Surat Penawaran dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Serang kepada camat se-Kabupaten Serang, yang meminta kepala desa bekerja sama dengan PT Wahana Semesta Multimedia dalam pembuatan website desa. Nilai proyek ini mencapai hampir Rp 100 juta per desa, yang dibayarkan dari dana desa.
Surat dari PT Wahana Semesta Multimedia menunjukkan bahwa perusahaan ini telah menjalankan program sejak 2021 dengan anggaran ratusan juta rupiah. Namun, meskipun dana besar telah dikucurkan, banyak website desa dilaporkan tidak berfungsi optimal.
Aktivis Desak Investigasi, Inspektorat Bungkam?
Aktivis dari Pelajar Islam Indonesia (PII) Serang, Fitra, menyatakan bahwa proyek ini penuh dengan kejanggalan. Menurutnya, ada indikasi kuat bahwa DPMD dan PT Wahana Semesta Multimedia melakukan monopoli dan menekan desa-desa untuk mengalokasikan dana mereka ke proyek ini.
“Harganya sebesar itu, tapi tidak ada pendampingan teknis, perangkat desa kesulitan mengelola website. Dari total 326 desa di Kabupaten Serang, hanya 39 desa atau 11,7 persen yang memiliki sistem informasi desa yang aktif,” tegas Fitra.
Fitra juga menduga bahwa PT Wahana Semesta Multimedia bukanlah perusahaan yang memiliki kompetensi di bidang teknologi internet. Lebih mencurigakan lagi, meskipun Inspektorat Kabupaten Serang telah menyelidiki kasus ini sejak 2022, hingga kini belum ada hasil yang diumumkan ke publik.
“Kami menduga ada kongkalikong antara Inspektorat dengan pejabat DPMD dan pihak terkait lainnya untuk menutupi kasus ini,” pungkasnya. (*/RB)















