CILEGON, RUBRIKBANTEN – Ribuan guru madrasah honorer yang tergabung dalam Perhimpunan Guru Madrasah Honorer Cilegon (PGMH-C) mengungkapkan kekecewaannya terhadap Pemerintah Kota Cilegon menjelang berakhirnya masa jabatan Wali Kota Helldy Agustian.
Ketua PGMH-C, Muhri, menyatakan bahwa kekecewaan ini dipicu oleh keputusan Pemkot Cilegon yang lebih memprioritaskan pembayaran hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp96 miliar, sementara honor ribuan guru madrasah justru terabaikan. Hingga kini, honor daerah bagi para guru madrasah untuk triwulan keempat belum dibayarkan, menyebabkan kesulitan ekonomi bagi mereka.
“Terdapat 5.189 guru madrasah yang masih menanti pencairan honor mereka. Tapi yang lebih diprioritaskan justru pengusaha. Kami para pendidik yang mencerdaskan generasi Cilegon, terutama dalam nilai-nilai keagamaan, justru diabaikan,” ujar Muhri dengan nada kecewa.
Kekecewaan ini semakin mendalam karena Cilegon dikenal sebagai “Kota Santri.” Para guru madrasah merasa seharusnya mereka mendapat perhatian lebih, bukan malah dikucilkan dan dikesampingkan.
“Ketika kita meninggal, siapa yang kita cari kalau bukan para ustadz dan kiyai? Siapa yang akan menjaga kedamaian di Cilegon kalau bukan anak-anak yang dididik dengan pendidikan agama Islam? Tapi yang terjadi justru sebaliknya, kami seolah dianggap tidak penting,” tambahnya.
Lebih memilukan, banyak guru madrasah yang hanya mengandalkan honor mengajar untuk bertahan hidup kini harus berjuang menghadapi kenyataan pahit.
“Hati kami menjerit! Kami menangis! Ditagih hutang warung, tukang sayur, anak minta jajan—Masya Allah! Cilegon ini kota kaya, kota industri, tapi masyarakatnya masih banyak yang miskin. Kami mohon, tolong segera bayarkan hak kami sebelum azab Allah turun!” tegasnya.
PGMH-C meminta Pemkot Cilegon segera mencairkan honor mereka dan tidak hanya mengutamakan kepentingan pengusaha, melainkan juga kesejahteraan para pendidik yang telah berjuang untuk mencerdaskan generasi penerus. (Red)















