Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Banner Atas Rubrik Banten
BeritaDaerahKabupaten SerangKementerianNasionalOrganisasiPemerintahPendidikanPolitikSosial

Janji THR dan PPPK Dinilai Menyesatkan, Abdul Ghofur Dikritik LSM: Publik Jangan Dibutakan

110
×

Janji THR dan PPPK Dinilai Menyesatkan, Abdul Ghofur Dikritik LSM: Publik Jangan Dibutakan

Sebarkan artikel ini

SERANG, RUBRIKBANTEN – Pernyataan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Serang, Abdul Ghofur, yang beredar luas di media sosial soal janji memperjuangkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi perangkat desa, menuai kritik keras. LSM Sedanten menilai pernyataan itu sebagai “angin segar semu” yang tidak memiliki landasan hukum yang jelas.

Janji tersebut disampaikan Ghofur dalam sebuah diskusi bersama Persatuan Perangkat Desa se-Kabupaten Serang. Namun, menurut Ketua LSM Sedanten, Ahmad Jati, publik harus berhati-hati karena isu yang dilempar Ghofur justru berpotensi menyesatkan.

THR Perangkat Desa: Regulasi Nihil, Janji Dinilai Tak Berdasar

Secara tegas, Ahmad Jati menyebut bahwa THR untuk perangkat desa tidak memiliki dasar hukum apa pun. Tidak ada regulasi setingkat Peraturan Pemerintah (PP) atau Permendagri yang mewajibkan pemberian THR bagi perangkat desa, berbeda dengan THR untuk ASN, TNI, maupun Polri.

“Hak keuangan perangkat desa itu hanya mencakup Penghasilan Tetap (Siltap) dan tunjangan dari ADD. THR itu lain cerita dan tidak bisa dibebankan sembarangan pada APBD maupun APBDes,” tegasnya.

Baca juga:  MTQ Bukan Sekadar Lomba, Bupati Serang Serukan Revolusi Qur’ani dari Mancak untuk Bangun Masyarakat Religius dan Sejahtera

Ia menilai, klaim Ghofur bahwa DPRD akan memperjuangkan THR bagi perangkat desa saat ini hanyalah harapan palsu yang dapat membingungkan masyarakat.

Ghofur Keliru soal Silpa, Padahal yang Jadi Masalah adalah Siltap

Dalam pernyataannya, Ghofur juga menyinggung keterlambatan pembayaran Silpa yang disebut membebani perangkat desa. Namun hal itu langsung diluruskan oleh Ahmad Jati.

“Keterlambatan itu bukan Silpa, tapi Siltap. Ini kekeliruan fatal,” ujarnya.

Siltap adalah hak rutin perangkat desa yang wajib dibayarkan setiap bulan. Sedangkan Silpa adalah sisa lebih pembiayaan anggaran tahun sebelumnya, bukan hak penghasilan atau gaji.

“Jika Wakil Ketua DPRD saja rancu memahami istilah dasar keuangan desa, bagaimana bisa ia mengawasi jalannya pemerintahan dengan benar?” tambahnya.

Janji Status PPPK Dinilai Tak Realistis

Tidak hanya soal THR, pernyataan Ghofur untuk memperjuangkan status PPPK bagi perangkat desa juga dianggap jauh dari realistis.

Ahmad Jati menegaskan bahwa perangkat desa berada di bawah rezim hukum Undang-Undang Desa, sementara PPPK berada di bawah Undang-Undang ASN. “Keduanya punya dunia hukum yang berbeda. Tidak bisa disamakan begitu saja.”

Baca juga:  Normalisasi Terkendala, Air Laut Pasang dan Rel KA Rendah Jadi Biang Banjir Medaksa

Perubahan status perangkat desa menjadi PPPK hanya bisa dilakukan lewat kebijakan Pemerintah Pusat, bukan DPRD, dan hingga kini pun belum ada aturan maupun mekanisme resmi yang dikeluarkan.

LSM Sedanten: Fokus Siltap, Bukan Jualan Janji Tanpa Dasar

Ahmad Jati menekankan bahwa Ghofur seharusnya fokus pada persoalan yang nyata dan mendesak, yakni memastikan pembayaran Siltap perangkat desa dilakukan tepat waktu sesuai mandat Permendagri.

“Bukan malah menjual janji THR dan PPPK tanpa dasar hukum. Itu menyesatkan,” ujarnya.

Ia meminta perangkat desa dan masyarakat agar tidak terbuai oleh ucapan politik yang tidak memiliki pijakan regulasi yang kuat.

Example 120x600
Untitled-1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *