SURABAYA, RUBRIKBANTEN – Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Deden Apriandhi, menegaskan bahwa peningkatan ketahanan pangan bukan sekadar agenda pembangunan, melainkan jalan utama untuk memastikan kesejahteraan petani sekaligus menjaga stabilitas ekonomi masyarakat.
Hal itu disampaikannya saat mewakili Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) se-Pulau Jawa terkait pertumbuhan ekonomi yang digelar Bank Indonesia di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (11/9/2025).
Deden menjelaskan, sesuai arahan Gubernur Banten Andra Soni, program ketahanan pangan di Banten diintegrasikan dengan Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto serta RPJMD Provinsi Banten. Program itu digarap melalui dua jalur besar, yakni ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian.
“Ekstensifikasi kami lakukan dengan pencetakan sawah swadaya bersama dunia usaha, hingga pemanfaatan lahan Perhutani di Pandeglang dan Lebak untuk pengembangan padi gogo dengan target 15.417 hektare. Sementara intensifikasi dilakukan lewat penyediaan benih unggul, pupuk bersubsidi sebanyak 82.904 ton, serta distribusi alat dan mesin pertanian,” ujar Deden.
Menurutnya, keberhasilan program pangan tidak hanya diukur dari produksi padi, melainkan juga dari meningkatnya pendapatan petani. Karena itu, pemerintah hadir untuk menjaga stabilitas harga, memastikan ketersediaan pupuk, serta mencegah keuntungan lebih besar jatuh ke tangan distributor.
“Petani harus mendapatkan margin keuntungan yang layak. Intervensi pemerintah dalam menjaga harga dan distribusi pupuk sangat penting,” tegasnya.
Salah satu bukti konkret adalah pembangunan jalan usaha tani sepanjang 7,5 kilometer di Desa Cipedang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak. Infrastruktur itu berhasil menekan biaya produksi secara signifikan.
“Sebelum jalan dibangun, biaya angkut panen dari 3.000 hektare lahan mencapai Rp8 miliar per musim. Setelah ada jalan, biayanya hanya sekitar Rp2 miliar. Ada efisiensi Rp6 miliar yang langsung menambah keuntungan petani,” ungkap Deden.
Capaian produksi pangan Banten juga terus meningkat. Pada 2024, produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 1,501 juta ton. Tahun 2025 diproyeksikan naik menjadi 1,73 juta ton, bahkan ditargetkan menembus 1,85 juta ton GKG. Dengan capaian itu, Banten kini menempati peringkat ke-8 provinsi produsen padi terbesar nasional.
“Ini bukan hanya prestasi, tapi juga tantangan agar kita menjaga produktivitas sekaligus meningkatkan kualitas hasil pertanian,” ujarnya.
Untuk menopang program tersebut, Pemprov Banten telah mengalokasikan anggaran khusus ketahanan pangan sebesar Rp8,8 miliar dalam APBD Murni 2025, ditambah Rp4,3 miliar dalam APBD Perubahan 2025. Dana ini dialirkan untuk penyediaan benih, pupuk, alsintan, peningkatan kapasitas petani dan penyuluh, hingga pembangunan infrastruktur pertanian.
Deden optimistis, dengan sinergi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, perbankan, dan dunia usaha, ketahanan pangan Banten akan semakin kokoh.
“Kalau petani sejahtera, masyarakat terjamin kebutuhan pangannya, dan ekonomi daerah ikut tumbuh. Itu yang kami perjuangkan,” pungkasnya.















