CILEGON, RUBRIKBANTEN – Tragedi kembali menodai wajah Kota Cilegon sebagai jantung industri nasional. Seorang pekerja tewas di dalam tangki metanol, memunculkan pertanyaan besar tentang keselamatan kerja yang selama ini digadang-gadang menjadi prioritas. Bagi Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC), peristiwa ini bukan sekadar kecelakaan kerja, melainkan cermin kelalaian sistematis yang menempatkan nyawa manusia sebagai taruhan demi ambisi keuntungan.
Sekretaris Jenderal IMC, Muhammad Bagus Adnan, menegaskan bahwa insiden ini mengungkap kegagalan fundamental di level pengawasan dan penegakan hukum.
“Mengapa seorang pekerja harus masuk ke tangki bahan kimia berbahaya tanpa prosedur dan perlengkapan memadai? Ini bukan hanya soal kelalaian individu, tapi juga lemahnya pengawasan K3 dan absennya peran regulator,” ujarnya lantang, Jumat (15/8/2025).
IMC menilai kasus ini memiliki indikasi pidana yang kuat. Mereka mendesak aparat penegak hukum segera bertindak, menjerat seluruh pihak yang bertanggung jawab—mulai dari pengawas lapangan hingga manajemen puncak—dengan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan kematian, serta ketentuan pidana dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Kami tidak ingin kasus ini berakhir dengan kambing hitam. Yang harus diadili adalah para pengambil kebijakan yang memaksa pekerja bekerja dalam kondisi tidak aman,” tegas Bagus.
Lebih jauh, IMC meminta pemerintah daerah, kementerian terkait, dan seluruh instansi pengawas untuk melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan di Cilegon. Menurut mereka, kota industri tidak boleh hanya bangga dengan penyerapan investasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga wajib memastikan setiap pekerja pulang dengan selamat.
“Kami akan mengonsolidasikan gerakan ini dengan mahasiswa dan masyarakat. Kami akan terus bersuara lantang agar industri memperhatikan keselamatan kerja, dan aparat hukum tidak menutup mata,” pungkasnya.















