SERANG, RUBRIKBANTEN – Di tengah derasnya arus digitalisasi, Organisasi Konstituen Dewan Pers Banten hadir di kampus Universitas Serang Raya (Unsera), Selasa (18/3/2025), untuk membedah tantangan dunia pers dan media modern. Ratusan mahasiswa Ilmu Komunikasi Unsera antusias mengikuti diskusi yang membahas peliknya dinamika industri media, baik dari sisi etika jurnalisme maupun keberlangsungan bisnisnya.
Salah satu pemateri, Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Banten, Ahmad Fauzi Chan, menyoroti perubahan cepat dalam teknik jurnalistik. Ia menegaskan bahwa jurnalisme kini tak lagi melulu soal wawancara langsung atau investigasi lapangan, melainkan juga kemampuan mengolah informasi yang bersumber dari media sosial dan video viral yang ramai diperbincangkan.
“Teknik jurnalisme itu terus berkembang. Dulu mengutip dari media sosial belum lazim, sekarang kita bisa kutip cuitan seorang anggota dewan atau viralnya sebuah video, tentu dengan teknik dan kaidah jurnalistik yang benar,” jelas Fauzi.
Namun, ia juga mengkritisi fenomena influencer yang disebutnya sebagai homeless media, yang hanya menyebarkan berita-berita tanpa proses konfirmasi atau verifikasi. “Mereka seringkali lebih laku secara pendapatan dibanding media profesional, padahal mereka tidak melakukan cek fakta. Banyak akun-akun yang pakai nama daerah di sosmed, hanya mengunggah ulang berita tanpa tanggung jawab,” sindirnya.
Dari sisi bisnis, Fauzi mengakui bahwa model pendapatan media saat ini kian rapuh. Jika media tidak segera berinovasi, pendapatan yang biasanya mengandalkan iklan bisa terkikis habis. “Pemerintah sekarang mendorong efisiensi anggaran. Kalau media nggak kreatif cari pendapatan, selain iklan, bisa lewat event organizer (EO), tapi kalau itu juga stagnan, media bisa ambruk,” tegasnya.
Senada, perwakilan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Banten, Subhan Nur Ulum, mengungkapkan bahwa industri radio semakin tergerus. Ia menggambarkan bagaimana jumlah radio swasta menurun drastis pasca pandemi Covid-19.
“Sebelum pandemi ada sekitar 1.500 radio, setelahnya tinggal 40 persen yang bertahan. Kalau manajemennya nggak kreatif, radio bisa habis pelan-pelan,” ungkap Subhan.
Diskusi yang dipandu oleh Kepala Jurusan Ilmu Komunikasi Unsera ini juga diisi oleh Sekretaris PWI Provinsi Banten, Fahdi Khalid. Ia turut memberikan pemaparan dan berbagi pengalaman di hadapan ratusan mahasiswa yang hadir.
Kegiatan ini menjadi cerminan kegelisahan insan pers terhadap masa depan industri media yang makin terhimpit, baik oleh tuntutan etika jurnalistik maupun krisis model bisnis yang berkelanjutan. (*)















