SERANG, RUBRIKBANTEN – Hari ini, Kamis, 20 Februari 2025, seluruh Kepala Daerah hasil Pemilu Serentak 2024, termasuk Bupati, Walikota, dan Gubernur, resmi dilantik di Jakarta. Namun, di tengah euforia tersebut, muncul kontroversi yang melibatkan dua kepala daerah, yakni Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Gubernur Banten Andra Soni.
Sebelum pelantikan, Dedi Mulyadi mengumumkan komitmennya untuk tidak menggunakan fasilitas negara bagi keperluan pribadinya. Ia bahkan menginstruksikan timnya untuk memangkas atau meniadakan perjalanan dinas dan studi banding yang dianggap tidak mendesak. Ia juga berjanji akan membeli sendiri pakaian dan sepatu dinasnya. Sikap ini menuai pujian sekaligus skeptisisme, mengingat popularitasnya yang dikenal dengan citra sederhana dan dekat dengan rakyat.
Di sisi lain, Andra Soni turut menjadi sorotan setelah media menayangkan dirinya menggunakan mobil pribadi sebagai kendaraan dinas dengan plat merah bertuliskan A1. Tindakan ini menimbulkan pertanyaan: apakah ini bentuk pengorbanan atau hanya sekadar pencitraan? Secara aturan, penggunaan mobil pribadi untuk kendaraan dinas memang tidak salah, namun pemasangan plat merah pada kendaraan pribadi bisa dianggap tidak sesuai prosedur.
Persoalannya, apakah tindakan ini murni untuk efisiensi anggaran atau sekadar strategi politik untuk membangun citra populis? Beberapa pihak menilai bahwa sikap seperti ini hanyalah upaya untuk mendulang simpati publik di awal masa jabatan. Sementara itu, fasilitas gubernur seperti kendaraan, rumah dinas, dan tunjangan telah diatur dan disiapkan jauh-jauh hari. Oleh karena itu, menolak fasilitas yang sudah sah secara aturan hanya demi membangun kesan merakyat bisa menjadi bumerang.
Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society (Fordiska Libas), Ocit Abdurrosyid Siddiq, menilai bahwa komitmen populis seperti ini sebaiknya dibarengi dengan kebijakan nyata yang berdampak langsung pada masyarakat. “Niat baik yang dilakukan dengan cara yang tidak tepat bisa berujung pada kesalahpahaman,” ujarnya.
