CILEGON, RUBRIKBANTEN — Kota Cilegon terus melaju sebagai pusat industrialisasi strategis di barat Pulau Jawa. Julukan “Kota Baja” tak hanya simbol kebanggaan, tetapi juga cermin dari dominasi industri besar seperti Krakatau Steel, pelabuhan-pelabuhan strategis, dan pabrik kimia raksasa yang mendominasi lanskap ekonomi. Namun di balik gemerlap pertumbuhan industri ini, suara suara masyarakat yang belum merasakan dampak nyata kesejahteraan kian nyaring terdengar.
Pemerhati politik dan sosial kemasyarakatan, M. Ibrohim Aswadi, SH, menyoroti ironi yang terjadi di tengah kemajuan tersebut. “Cilegon boleh jadi industri tumbuh, tetapi masyarakat lokal masih banyak yang menganggur. Di mana letak manfaatnya bagi rakyat?” ujar Ibrohim.
Hilirisasi Industri: Peluang atau Sekadar Wacana?
Hilirisasi industri yang digaungkan pemerintah diharapkan menjadi jawaban atas tantangan itu. Program ini bertujuan menciptakan nilai tambah dari industri baja, logam, kimia, dan pangan dengan membangun cluster IKM/UMKM yang terhubung langsung ke rantai pasok industri besar. Kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan melalui program CSR/TJSL digadang-gadang bisa memantik multiplier effect baik ekonomi maupun sosial.
Namun realitasnya masih jauh dari harapan. SDM lokal belum sepenuhnya terserap. Pelatihan terbatas. Bantuan bersyarat. Dan UMKM sering kali hanya jadi pelengkap, bukan mitra sejajar.
“Aje ikimah SDM Cilegon wakeh sing pade nganggur, kesejahteraan rakyat urung kedeleng pisan,” keluh salah satu warga dalam bahasa lokal.
Regulasi Sudah Ada, Pelaksanaan Masih Tertinggal
Sejumlah regulasi yang menjadi fondasi pembinaan koperasi dan UMKM sebenarnya telah tersedia, mulai dari UU No. 20 Tahun 2008 hingga Peraturan Presiden dan Permen BUMN terbaru. CSR perusahaan pun diwajibkan oleh UU No. 40 Tahun 2007 dan PP No. 47 Tahun 2012. Namun persoalannya bukan pada ketiadaan regulasi, melainkan pada lemahnya implementasi dan minimnya transparansi.
Ibrohim mendesak agar industri tidak hanya mengejar laba, tetapi juga turut bertanggung jawab membangun ekosistem ekonomi masyarakat sekitar. “Industri jangan hanya jadi mercusuar ekonomi, tapi juga mercusuar kesejahteraan,” tegasnya.
Solusi Bukan Sekadar Formalitas
Pembangunan ekonomi di Cilegon harus mulai melibatkan masyarakat secara aktif bukan hanya sebagai penonton. Penyerapan tenaga kerja lokal, pembinaan UMKM berbasis bahan baku industri setempat, serta integrasi program CSR ke dalam strategi pembangunan daerah harus menjadi langkah nyata, bukan formalitas seremonial belaka.
“Jangan sampai kemajuan industri justru meninggalkan rakyatnya di belakang,” pungkas Ibrohim.















