SERANG, RUBRIKBANTEN – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Serang menjadi babak baru dalam perjalanan demokrasi di daerah ini. PSU yang harus digelar dalam waktu 60 hari setelah putusan dibacakan menjadi tantangan besar bagi penyelenggara, peserta, dan masyarakat Kabupaten Serang.
Pengamat Politik Ocit Abdurrosyid Siddiq menegaskan bahwa keberhasilan PSU ini bergantung pada tiga aspek utama. Dari tiga aspek itu sendiri diantaranya adalah regulasi yang ketat, kesiapan sumber daya manusia, dan ketersediaan logistik. “KPU sebagai penyelenggara harus tegas dalam menjalankan aturan, tidak boleh ada intervensi dari pihak-pihak berkepentingan yang ingin mengendurkan regulasi demi kepentingan tertentu,” ujar Ocit.
Ia juga menyoroti pentingnya profesionalisme penyelenggara di tingkat ad hoc, seperti KPPS, PPS, dan PPK, karena mereka adalah garda terdepan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. KPU harus memastikan petugas yang terlibat memiliki integritas tinggi agar PSU tidak kembali bermasalah.
Dari segi logistik, segala kebutuhan seperti surat suara, tinta, paku, hingga lokasi TPS harus disiapkan dengan matang. “Jangan sampai ada kendala teknis yang dijadikan alasan untuk mendiskreditkan hasil PSU nanti,” tambahnya.
Selain penyelenggara, Ocit juga mengingatkan agar peserta Pilkada dan tim sukses masing-masing pasangan calon tidak berusaha memengaruhi jalannya PSU dengan cara-cara curang, seperti politik uang atau tekanan terhadap penyelenggara.
“Putusan MK ini harus menjadi pelajaran. Jangan sampai PSU justru kembali menuai gugatan akibat pelanggaran atau penyelenggaraan yang tidak profesional. Demokrasi harus dijaga, bukan sekadar formalitas,” tegas Ocit.
Dengan PSU ini, bukan tidak mungkin peta politik Kabupaten Serang berubah. Pasangan Zakiyah-Najib yang sebelumnya unggul bisa saja kembali menang, tetapi bisa juga Andika-Nanang membalikkan keadaan. Semua akan ditentukan oleh suara rakyat.
Namun, yang terpenting dari semua ini adalah netralitas semua pihak, termasuk kepala desa, pejabat negara, dan aparat pemerintah. “Jika masih ada intervensi dari mereka, maka kita sedang mempertaruhkan kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi,” pungkasnya. (Har/RB)















