JAKARTA, RUBRIKBANTEN — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa perang melawan mafia tanah tidak akan pernah berhasil jika masih ada celah kompromi di internal kementeriannya. Baginya, digitalisasi layanan, perbaikan tata kelola, hingga penguatan regulasi tidak akan berarti apa-apa tanpa keteguhan moral aparatur untuk menolak segala bentuk kongkalikong.
“Selama jajaran BPN tidak mau diajak kongkalikong, mafia tanah pasti kabur. Mereka hanya bisa bergerak kalau ada pintu yang dibukakan dari dalam. Kalau celah itu kita tutup rapat, mereka buyar dengan sendirinya,” tegas Menteri Nusron dalam keterangannya di Jakarta.
Ia menjelaskan, pernyataannya tentang “sampai kiamat kurang dua hari mafia tetap ada” bukanlah bentuk pesimisme, tetapi refleksi filosofis bahwa praktik kejahatan selalu mencari celah dan bentuk baru di negara mana pun. Karena itu, negara harus membangun benteng utama yang tidak mudah ditembus: integritas aparatur ATR/BPN.
“Kita berantas, mereka muncul lagi. Yang berubah hanya modelnya, bukan niat jahatnya. Karena itu cara paling efektif menghadapi mafia tanah adalah memastikan orang BPN kuat, proper, dan tegas menegakkan aturan,” ujarnya.
Nusron menegaskan bahwa profesionalisme, kedisiplinan administrasi, dan kepatuhan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah fondasi penting untuk menutup seluruh ruang permainan mafia tanah. Tidak boleh ada tawar-menawar, kompromi, atau toleransi.
“Selama pejabat dan pegawai tidak mau diajak kongkalikong, mafia tidak akan bisa masuk. Mau sekeras apa pun mereka bergerak, kalau kita tidak tergoda, mereka pasti gagal,” katanya menegaskan.
Selain memperkuat internal, Nusron memastikan bahwa negara akan selalu hadir dalam penyelesaian berbagai persoalan pertanahan secara objektif, transparan, dan sesuai hukum.
Ia menutup dengan pesan tegas bahwa membersihkan pertanahan Indonesia dimulai dari integritas setiap aparatur ATR/BPN.















