CILEGON, RUBRIKBANTEN – Panasnya isu titipan siswa dalam Sekolah Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Provinsi Banten memicu gelombang kritik keras dari berbagai kalangan. Salah satu yang paling lantang bersuara adalah Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC), Ahmad Maki. Dalam siaran pers pada Senin sore (7/7), Maki menyebut praktik titip-menitip siswa bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan moral yang mengoyak nilai keadilan dalam dunia pendidikan.
“Para pejabat mungkin mengira mereka sedang membantu, padahal mereka sedang merobek keadilan,” tegas Maki.
Tak hanya itu, IMC secara terbuka menyoroti sikap Wakil Gubernur Banten, Dimyati Natakusuma, yang dinilai meremehkan praktik titipan tersebut. Maki menilai, pernyataan Dimyati yang seolah menormalisasi titipan siswa adalah bentuk pembiaran atas matinya integritas pejabat publik.
“Jika seorang wakil gubernur bisa berkata bahwa titipan itu hal biasa, maka kami khawatir, yang luar biasa itu justru ketidakmaluan,” sindirnya pedas.
IMC juga menyoroti dugaan adanya memo rekomendasi dari oknum anggota DPRD Banten dalam proses PPDB. Menurut Maki, legislatif semestinya menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi, bukan malah jadi makelar kursi sekolah.
“Pejabat publik bukan makelar pendidikan. Kalau mereka sibuk menitip anak, itu bukan menjalankan tugas, tapi mencederai etika. Itu bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang memalukan,” ucapnya lantang.
Lebih jauh, Maki menyebut praktik titipan siswa adalah bentuk “korupsi halus” yang mematikan prinsip meritokrasi. Ia menyesalkan bahwa anak-anak berprestasi dari keluarga biasa harus tersingkir oleh kekuatan surat sakti dan lobi gelap.
“Di sini, nilai rapor bukan yang menentukan nasib, tapi siapa kenal siapa. Ini bukan lagi pendidikan, tapi perburuan akses oleh mereka yang punya kuasa,” tegasnya.
IMC menuntut klarifikasi resmi dari Dimyati Natakusuma dan mengingatkan bahwa normalisasi praktik titipan hanya akan memperkuat oligarki pendidikan. Mereka khawatir jika dibiarkan, masyarakat akan percaya bahwa sekolah negeri hanyalah milik segelintir elite.
“Kalau dibiarkan, lama-lama masyarakat mengira sekolah negeri itu cabang dinas keluarga pejabat,” kata Maki tajam.
Di akhir pernyataannya, Maki menegaskan bahwa IMC akan terus mengawal isu ini dan tak segan turun ke jalan bila ketidakadilan terus dipelihara.
“Jika sistem terus dikorbankan demi kepentingan segelintir orang, maka mahasiswa akan terus bersuara. Jangan salahkan kami bila besok, sejarah pendidikan justru ditulis dari jalanan, bukan dari ruang sidang,” tutupnya dengan penuh peringatan. (Abdila/RB)















